28 Aug 2020
Selama ini ada fenomena menarik di dunia kerja atau organisasi. Sering kali kita diberi pertanyaan berupa kelemahan kita. Jawaban paling aman adalah kelemahan yang bisa diperbaiki atau kekurangan yang membawa kepada kebaikan atau kemajuan diri.
Perfeksionisme menjadi jawaban yang sering terdengar. Sifat perfeksionisme atau keinginan untuk sempurna pada segala sesuatunya dianggap akan membantu manusia untuk tidak melakukan kesalahan. Semakin sedikit kesalahan, semakin baik. Namun, apakah perfeksionisme adalah hal yang baik dan patut dimiliki semua manusia?
Baca juga: 7 Langkah Jadi Womenpreneur yang Sukses
Perfeksionisme adalah sifat manusia yang membutuhkan kesempurnaan dalam segala aspek di hidupnya. Bagi mereka yang memiliki sifat tersebut, tampil sempurna adalah sebuah keharusan dan tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Hidup hanya berkutat pada pencapaian dan penampilan yang terbaik.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perfeksionisme, yaitu: faktor diri sendiri dan faktor lingkungan sosial.
Perfeksionisme biasanya didorong oleh keinginan dalam diri untuk menghindari kegagalan atau penilaian buruk orang lain. Ada juga keinginan dalam diri untuk dikagumi dan dicintai atas pencapaian kita.
Faktor dari lingkungan sosial bisa berupa persaingan akademis, finansial, gaya hidup, dan lainnya. Sosial media di jaman sekarang juga memiliki pengaruh besar pada sifat perfeksionisme seseorang, karena kita dapat dengan mudahnya membandingkan pencapaian serta penampilan antara diri sendiri dan orang lain.
Perfeksionisme akan berbahaya jika membuat kita stress berkepanjangan serta mempengaruhi fisik dan emosional kita. Namun, tidak semua orang yang memiliki sifat perfeksionis akan berakibat buruk. Semua itu tergantung pada bagaimana individu tersebut mengontrol persepsinya terhadap kesempurnaan itu sendiri.
Ada perfeksionisme yang bersifat adaptif, ada juga yang bersifat maladaptif. Perfeksionisme adaptif atau positif adalah dorongan untuk memperjuangkan kesempurnaan dengan bekerja keras serta optimal untuk mencapai sesuatu. Mereka akan menetapkan tujuan, standar, menyukai tantangan dan mampu memecahkan masalah dengan baik. Mereka tidak hanya berambisi pada pencapaian, namun juga menginginkan pertumbuhan dan perkembangan diri. Sifat perfeksionis ini akan menjadi kekuatan bagi mereka.
Sedangkan perfeksionisme maladaptif adalah dorongan yang menuntut kesempurnaan yang disebabkan oleh banyak hal, seperti rasa takut akan kegagalan, perasaan tidak bermakna, merasa rendah diri, hingga pengalaman trauma masa kecil.
Karena ketakutan terhadap kegagalan tersebut, individu akan memiliki kecenderungan untuk menghindari tantangan, membandingkan diri, menunda pekerjaan, pemikiran yang kaku, hingga kurangnya kreatifitas.
Perfeksionisme maladaptif inilah yang berbahaya dan bukan sesuatu yang dapat dibanggakan. Meskipun bukan termasuk penyakit mental, namun sifat perfeksionis adalah faktor atau gejala dari munculnya suatu penyakit mental seperti: gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (OCPD).
Selain itu, sifat perfeksionisme maladaptif ini biasanya juga disertai dengan depresi, kecemasan, gangguan makan, hingga kecenderungan untuk bunuh diri.
Jika kita merasa memiliki sifat perfeksionisme, kita perlu menelaah lebih jauh apakah sifat ini adaptif atau maladaptif.
Jika adaptif, maka kita harus menjaganya agar terus positif dan membawa kemajuan baik bagi diri kita sendiri. Sedangkan jika maladaptif, maka kita harus menemukan cara untuk menguranginya atau mengubahnya menjadi adaptif. Berikut adalah beberapa caranya.
1. Self Talk: Berbicara pada diri sendiri bukanlah tindakan gila. Justru berbicara dengan diri sendiri dapat membuat kita lebih mengenal diri. Dengan self talk pula, kita dapat memberikan sugesti-sugesti positif untuk mengubah cara pandang terhadap kegagalan dan kesempurnaan. Beberapa sugesti yang bisa kamu ucapkan, seperti:
2. Mempraktikan mindfulness: Mindfulness adalah kondisi dimana kita menyadari diri kita yang sekarang, apa yang kita lakukan dan apa yang kita rasakan. Kita tidak akan berfokus pada masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan. Perfeksionisme akan membuat kita lupa untuk bersyukur dan mengapresiasi diri sendiri, karena kita terlalu berfokus pada kegagalan atau kekurangan yang kita miliki. Cara paling umum dan mudah untuk melakukan mindfulness adalah meditasi.
3. Tetapkan tujuan dan standar yang realistis sesuai potensi yang dimiliki
4. Jangan menunda melakukan sesuatu: Akan selalu ada konsekuensi kegagalan, namun jangan lupa bahwa kita juga punya potensi untuk kesuksesan. Hasil yang tidak sempurna lebih baik daripada tidak dikerjakan sama sekali.
***
Yang perlu diingat, hidup harus terus berjalan. Tidak mengapa jika membuat kesalahan. Itu bukanlah akhir dunia atau akhir dari hidupmu. Justru itu adalah awal dari segalanya, karena kita bisa belajar dari kesalahan tersebut dan menjadi lebih baik.
Dear, memiliki motivasi yang kuat dan ambisi yang tinggi adalah hal baik. Namun jika hal tersebut membuat kita tidak bahagia dan memicu penyakit fisik hingga mental, maka kita perlu mempertimbangkan lagi impian dan standar kita.
Apakah kita sudah memiliki sumber daya yang cukup untuk menggapainya, apakah itu memang mimpi kita, apakah itu rasional, apakah itu patut diperjuangkan, dan evaluasi-evaluasi lainnya yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri.
Melakukan kesalahan adalah hal yang wajar, namun terlalu menyalahkan diri sendiri adalah hal yang tidak wajar. Dear, bersikap mindfulness adalah salah satu solusi agar sifat perfeksionis yang kita miliki tidak berpengaruh buruk.
Bersama Riliv, kamu bisa melakukan meditasi mindfulness dan memberikan sugesti-sugesti positif untuk dirimu sendiri. Ingat ya Dear, tidak ada manusia yang sempurna tanpa kurang dan kesalahan.
Disadur dari:
Ditulis oleh Tazakka Putri Oktoji dari Riliv.