Finansial

Milenial, Inilah Jam Kerja Karyawan yang Cocok untuk Generasimu!

Kabrina Rian Ferdiani-

23 Dec 2020

Milenial, Inilah Jam Kerja Karyawan yang Cocok untuk Generasimu!

Dear, selain gaya bekerja dan relasi antar karyawan, kebijakan perusahaan mengenai jam kerja karyawan tentu sangat penting untuk kamu perhatikan sebelum melamar pekerjaan, atau untuk bertahan dalam profesimu saat ini.

Dengan mengetahui jam kerja yang ditetapkan oleh perusahaan tersebut, kamu pun jadi tahu bagaimana caranya menentukan jadwal, skala prioritas, serta menyeimbangkan kehidupan pribadi dengan karir.

Bila kamu merasa sebagai millennials usia 25-40 tahun, mungkin kamu tidak asing lagi dengan gaya bekerja 9-to-5, atau yang biasa disebut dengan kerja penuh waktu.

Namun, apakah jam kerja tersebut masih relevan dalam rutinitas, gaya hidup idaman, jadwal yang kamu susun, serta pola pikirmu?

Di era di mana usia produktif kerja telah didominasi oleh angkatan milenial, mungkin jam-jam kerja inilah yang lebih cocok untuk generasimu.


Baca juga: Cara Mencapai Tujuan dengan Metode SMART


Apa pentingnya mengetahui jam kerja karyawan di sebuah perusahaan?

Jam kerja atau jadwal kerja mengacu pada durasi kerja per minggu, di mana kamu diharapkan untuk bekerja, dan/atau hadir di tempat kerja. Jam kerja karyawan dibentuk dan dilaksanakan sesuai dengan gaya bekerja dan kebutuhan dari perusahaan.

Ada banyak faktor dari jadwal kerja yang harus kamu pertimbangkan sebelum melamar pekerjaan atau 'bertahan' di karirmu saat ini.

Terutama bila kamu berharap untuk menekuni karir ini dalam jangka panjang. Jam kerja yang sesuai dengan gaya bekerjamu akan membantumu untuk bekerja lebih resilien dan sehat secara mental.

Beberapa karyawan juga merasakan pentingnya mengetahui jam kerja, untuk membandingkan kelayakan gaji yang ia dapat.

Yang millennials harapkan dari pekerjaan yang ia tekuni berbeda cukup jauh dengan generasi boomer. Seringkali, boomer merasa lega dan terpenuhi dengan benefit-benefit dan jaminan dari kantor ketika bekerja penuh waktu.

Namun, seiring perubahan jaman; kompleksnya interaksi sosial dan keadaan manusia, millennials menuntut hal-hal yang semakin baru, terlepas dari asuransi kerja, jaminan sarana, dan gaya berkomunikasi dalam lingkar profesi.

Bagi millennials saat ini, gaji cuti, hak cuti hamil dan gaji saat cuti hamil telah dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan telah menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

Millennials cenderung mengharapkan lebih dari kewajiban-kewajiban itu di lingkungan kerja mereka.

Selain itu, jam kerja atau jadwal kerja impian millenials pun berubah; tidak semua millennials merasa nyaman dengan full-time job yang masih banyak dibutuhkan pada masa ini.

Tipe-tipe jam kerja karyawan inilah yang sering menarik perhatian millenials pada masa ini:

Part-time working schedule: jam kerja karyawan paruh waktu

Jam kerja paruh waktu biasanya hanya dilaksanakan sebanyak setengah dari jam kerja penuh waktu. Jadwal kerja yang biasanya, 'dipotong' dari jumlah waktu bekerja penuh waktu tidak selalu hanya berbentuk 'jam'. 

Misalnya, ada startup atau perusahaan yang memberikan jadwal kerja kepada karyawan hanya dari hari Senin sampai Rabu, atau Rabu sampai Jumat. Biasanya, jam kerjanya pun akan 'dipotong', dimulai dari jam 11 pagi, hingga jam 7 malam.

Jam kerja paruh waktu dianggap sangat cocok dengan millennials, karena memberikan mereka waktu untuk melakukan banyak kegiatan yang mereka minati, misalnya menekuni hobi atau menghidupi aktivitas sosial bersama teman-teman dalam lingkar pertemanan.

Jam kerja karyawan paruh waktu juga dianggap bisa membuka potensi mereka selebar-lebarnya untuk lebih banyak belajar. 

Millennials bisa mengambil banyak kursus dan pelatihan di luar jam kerja, untuk memperkaya pengetahuan dan menambah skill mereka di dunia kerja.

Jam kerja paruh waktu juga dianggap sebagai jam kerja karyawan yang ramah akan kehidupan pribadi karyawan, dan memaksimalkan work life balance dalam kehidupan karyawannya.

Beberapa millennials juga menggunakan peluang kerja paruh waktu ini untuk mengembangkan skill dan pendidikannya dengan maksimal. Seperti, bisa bekerja sambil mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, mengambil kursus, atau menambah penghasilan dengan freelance.

Flexible working hour, jam kerja fleksibel untuk millennials yang tech-savvy

Millennials tidak pernah jauh dari kemajuan teknologi. Maka kini, gaya bekerja jarak jauh semakin menjadi tren di berbagai startup, baik di luar negeri maupun di Indonesia.

Remote working tidak mengharuskan karyawan untuk hadir terus-menerus ke kantor. Hal yang sama juga berpengaruh pada jam kerja millennials yang bekerja dalam perusahaan dengan jadwal kerja yang fleksibel.

Jika part-time working hour masih memiliki jadwal tetap yang ditentukan dengan rentang hari dan jam, flexible working hour tidak memiliki patokan waktu dan hari tersendiri. 

Karyawan diberikan estimasi jam kerja dalam seminggu yang bisa digunakan dengan maksimal untuk memenuhi target pekerjaan dan tugas yang diberikan oleh atasannya.

Flexible working hour dianggap baik untuk menumbuhkan kepercayaan antara manajer dan karyawan. 

Dengan memberikan jam kerja yang fleksibel, manajer berharap karyawannya dapat memanfaatkan waktu tersebut dengan maksimal, dan menghasilkan produk atau laporan yang lebih apik, inovatif, dan total. Hal inilah yang membawa banyak perubahan dalam industri kreatif di era ini.

Meskipun berarti, flexible working hour menuntut kemampuan manajemen waktu yang baik, bijak, dan tepat guna dari millennials

Di balik gaya bekerja yang terdengar menyenangkan ini, ada tanggung jawab besar dan tantangan tersendiri yang bisa digunakan untuk pengembangan diri sebagai millennials.


Baca juga: 5 Cara Membangun Karier untuk Fresh Graduate


"Sebagai atasan, apa yang bisa saya lakukan untuk memahami keinginan millennials di era ini?"

Studi dari Leslie Doolittle (direktur dari academic support di Bentley University) menemukan bahwa generasi millennials tidak lagi mengaitkan pekerjaan atau profesinya sebagai harga diri, gambar diri, dan identitas pribadinya. 

Millennials cenderung menaruh gambar dirinya dari lingkaran pertemanan mereka, strata pergaulan mereka, dan keintiman keluarga mereka.

Berbeda dengan boomer, tentunya hal ini membuat prestise dan kebanggaan yang disajikan oleh sebuah perusahaan sebagai bentuk validasi, tidak lagi menarik bagi millennials. 

Mereka lebih menginginkan waktu bekerja yang fleksibel, dan membuat mereka bisa mencapai work life balance yang mereka inginkan dengan kehidupan sosial mereka.

Selain itu, dibanding dengan hak-hak untuk cuti dan mendapatkan gaji selama cuti yang tidak lagi dianggap 'wah' bagi millennials (dan dianggap sebagai kewajiban yang lumrah dan harus dipenuhi oleh setiap perusahaan), millennials juga cenderung mengidam-idamkan komunikasi yang sehat dan suportif antara atasan dan rekan kerja. 

Sama seperti millennials yang lebih mengagungkan hubungan dalam lingkar sosialnya, kehidupan sosial dalam dunia kerja pun sama pentingnya bagi sebagian millennials pada masa ini.

Sumber:

  1. https://www.thebalancecareers.com/what-is-a-flexible-work-schedule-2063677
  2. https://www.themuse.com/advice/the-death-of-the-9to5-why-well-all-work-flex-schedules-soon

Ditulis oleh Rachel Emmanuella dari Riliv.

Artikel Terkait
image image
Artikel Baru